Sabtu, 28 Desember 2013

Aliran Progresifisme

ALIRAN PROGRESIVISME DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Filsafat Pendidikan
Dosen Pengampu : Moch. Iskarim, M.S.I

Disusun Oleh :
1.     Susanti                                              2021 111 024
2.     Ayu Nabila                                        2021 111 025
3.     Bariroh                                             2021 111 029
4.     Fina Ainul Muna                                2021 111 055


JURUSAN TARBIYAH PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI 
(STAIN) PEKALONGAN
2013



BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Filsafat pendidikan merupakan terapan dari filsafat umum sebagai hasil dari pemikiran para filsuf yang melahirkan berbagai macam pandangan. Filsafat pendidikan ini diaplikasikan dalam duia pendidikan untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan secara menyeluruh.
Dalam filsafat pendiikan teerdapat aliran-aliran yang timbul sebagai tanggapan atas perubahan dan perkembangan masyarakakat yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan industri. Salah satu aliran yang kami bahas adalah aliran progresivisme yang merupakan aliran modern dalam filsafat pendidikan. Aliran ini bersifat liberal dan menolak sistem otoriter.
Di sini kami mencoba untuk menguraikan mengenai filsafat pendidikan progresivisme yang ditinjau dari kajian ontologi, epistimologi, dan aksiologi.. Dengan adanya pembahasan ini diharapkan kita dapat mengetahui lebih jauh mengenai filsafat pendidikan progresivisme dalam pendidikan.

B.  Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup dari pembahasan aliran progresivisme ini adalah:
1.    Pengertian aliran progresivisme.
2.    Latar belakang munculnya aliran progresivisme.
3.    Aliran progresivisme ditinjau dari ontologi.
4.    Aliran progresivisme ditinjau dari epistimologi.
5.    Aliran progresivisme ditinjau dari aksiologi.
6.    Aliran progresivisme dalam pendidikan.
7.    Kritik terhadap aliran progresivisme.

C.  Maksud dan Tujuan Penulisan
Maksud dari pembahasan ini adalah untuk mengetahui bagaimana aliran progresivisme dalam filsafat pendidikan yang ditinjau dari kajian ontologi, epistimologi, dan aksiologi.
Adapun tujuannya adalah:
1.    Mengetahui pengertian aliran progresivisme.
2.    Mengetahui latar belakang munculnya aliran progresivisme.
3.    Mengetahui aliran progresivisme yang ditinjau dari kajian ontologi.
4.    Mengetahui aliran progresivisme yang ditinjau dari kajian epistimologi.
5.    Mengetahui aliran progresivisme yang ditinjau dari kajian aksiologi.
6.    Mengetahui aliran progresivisme dalam dunia pendidikan.
7.    Mengetahui kritik dari aliran progresivisme.


















BAB II
PEMBAHASAN

A.  Aliran Progresivisme
Progresivisme yang berasal dari kata progress yang berarti kemajuan. Aliran progresivisme adalah salah satu aliran dalam filsafat pendidikan yang memandang bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk menghadapi dan memecahkan masalah. Aliran progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progresivisme dalam semua realita kehidupan, agar manusia bisa survive menghadapi semua tantangan hidup.
Aliran progresivisme ini memberikan kemerdekaan dan kebebasan kepada peserta didik. Peserta didik diberikan kebebasan baik secara fisik maupun intelektual agar dapat mengembangkan bakat dan kemampuan yang dimilikinya tanpa halangan orang lain. Oleh karena itu, aliran pendidikan ini tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. Sebab akan mematikan daya kreasi baik secara fisik maupun psikis peserta didik.
Menurut progresivisme, nilai terus berkembang karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam kebudayaan. Dengan pendidikan yang progres ini diharapkan peserta didik memliki kualitas dan terus maju sebagai generasi yang mampu menjawab tantangan zaman.
Tokoh-tokoh dari aliran progresivisme ini antara lain : William James, John Dewey, Hans Vaihinger, Ferdinant Schiller, dan George Santayana.[1]
Progresivisme disebut dengan nama yang berbeda-beda seperti:
1.    Pragmatisme, sebab asas utama dalam kehidupan manusia ialah untuk tetap survive terhadap semua tantangan-tantangan hidup manusia dan harus praktis melihat segala sesuatu dari segi kegunaannya.
2.    Instrumentalisme, karena aliran ini menganggap bahwa potensi intelegensi manusia sebagai kekuatan utama manusia haruslah dianggap sebagai alat (instrumen) untuk menghadapi semua tantangan dan problem dalam kehidupannya.
3.    Experimentalisme, berarti bahwa aliran ini menyadari dan mempraktekkan bahwa asas eksperimen (percobaan ilmiah) adalah alat utama untuk menguji kebenaran suatu teori.
4.    Enviromentalisme, karena aliran ini menganggap lingkungan hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadian.[2]
Ciri-ciri dari aliran progresivisme yaitu mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi serta mengatasi masalah-masalah yang bersifat menekan, atau mengancam manusia itu sendiri. Berhubungan dengan itu progresivisme kurang menyetujui adanya pendidikan yang bercorak otoriter. Menurutnya pendidikan yang bercorak otoriter mempunyai kesulitan untuk mencapai tujuan, karena kurang menghargai dan memberi tempat semestinya kepada kemapuan-kemampuan tersebut dalam proses pendidikan. Padahal semua itu ibarat motor penggerak manusia dalam usahanya untuk mengalami kemajuan atau progres.[3]
Ciri-ciri utama yang menjadi identitas progresiv dalam mistion filsafat pendidikan tercermin dalam :
1.    Pendidikan dalam kebudayaan liberal.
2.    Menjadi pelopor pembaruan ide-ide lama menuju asas-asas baru untuk menyongsong kebudayaan dan zaman baru.
3.    Peralihan menuju kebudayaan baru.
4.    Progresif menghendaki pendidikan yang membina dan berdasarkan minat belajar yang mencakup seluruh pengalaman sosial anak dan orang dewasa sekaligus menaruh perhatian kepada minaat anak secara individual.
5.    Aliran ini lebih memusatkan perhatian pada proses yang continue dari pada interaksi antar pribadi dengan masyarakat di bandingkan dengan ketentuan-ketentuan normatif yang sesungguhnya adalah produk interaksi itu sendiri.
Sifat-sifat aliran progresivisme dapat dikelompokan kedalam dua kelompok :
1.    Sifat negatif : menolak otoriterisme dan absolutisme dalam segala bentuk.
2.    Sifat positif : menaruh kepercayaan terhadap kekuatan alamiah manusia, kekuatan yang diwarisi oleh manusia dari alam sejak lahir “man’s natural powers”.[4]

B.  Latar Belakang Munculnya Aliran Progresivisme
Aliran ini muncul dan berkembang pada permulaan abad XX terutama di Amerika Serikat. Progersivisme lahir sebagai pembaruan dalam dunia filsafat pendidikan terutama sebagai lawan terhadap kebijakan-kebijakan konvensional yang diwarisi dari abad XIX. Disamping itu, ada pula pengaruh kebudayaan yang secara khusus ditulis oleh Brameld sebagai faktor kebudayaan yang berpengaruh atas perkembangan progresivisme, yaitu antara lain:
1.      Revolusi industri
2.      Modern Science
3.      Perkembangan demokrasi
Aliran Progresivisme biasanya dihubungkan dengan pandangan hidup yang mempunyai sifat-sifat fleksibel, curious (ingin mengetahui, ingin menyelidiki), toleran dan open-minded (mempunyai hati terbuka).
Aliran Progresivisme berdasarkan falsafah naturalisme romantic dari Rousseau dan filsafat pendidikan pragmatisme dari John Dewey. Filsafat Rousseau mendasari pendidikan progesif ialah pandangannya mengenai hakikat manusia, sedangkan dari pragmatisme Dewey ialah ajarannya tentang minat dan kebebasan dalam teori pengetahuan.[5]

C.  Aliran Progresivisme dipandang dari Ontologi
Dalam pandangan ontologis menurut aliran progresivisme kenyataan alam semesta merupakan kenyataan kehidupan manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian manusia terhadap segala sesuatu. Pengalaman adalah suatu sumber evolusi, yang berarti perkembangan, maju setapak demi setapak mulai dari yang mudah-mudah menerobos pada yang sulit-sulit (proses perkembangan lama). Pengalaman adalah perjuangan, sebab hidup adalah tindakan dan perubahan-perubahan. Manusia akan tetap hidup berkembang jika ia mampu mengatasi perjuangan, perubahan, dan berani bertindak.[6]
Ontologi progresivisme mengandung pengertian dan kualitas evolusionistis yang kuat. Pengalaman diartikan sebagai ciri dinamika hidup, dan hidup adalah perjuangan tindakan dan perbuatan.  Berarti pengalaman adalah perjuangan.[7]
Sifat-sifat pengalaman adalah sebagai berikut:
1.    Pengalaman itu dinamis adalah dalam kehidupan terjadi perubahan yang terjadi terus menerus.
2.    Pengalaman itu temporal adalah terjadi perubahan dan perbedaan pengalaman dari waktu kewaktu.
3.    Pengalaman itu spatial adalah terjadi disuatu tempat dalam lingkungan manusia.
4.    Pengalaman itu pluralistis yaitu pengalaman itu terjadi seluas adanya interaksi sedalam individu terlibat.[8]

D.  Aliran Progesivisme dipandang dari Epistimologi
Pengetahuan adalah informasi, fakta, hukum prinsip, proses kebiasaan, yang terakumulasi dalam pribadi sebagai hasil proses interaksi dan pengalaman. Pengetahuan manusia tidak hanya diperoleh secara langsung melalui pengalaman dan kontak dengan realita dalam lingkungan hidupnya, tapi juga melalui catatan-catatan baik dari buku, maupun kepustakaan.
Pengetahuan adalah hasil aktivitas tertentu. Semakin sering kita menghadapi tuntutan lingkungan dan makin banyak pengalaman kita dalam praktik, maka semakin besar pula persiapan kita dalam menghadapi tuntutan masa depan. Pengetahuan harus disesuaikan dan dimodifikasi dengan realita baru di dalam lingkungan.[9]
Kebenaran ialah kemampuan suatu ide memecahkan suatu problem. Kebenaran ialah konsekuensi dari ide, relita pengetahuan, dan daya guna dalam hidup.
Hubungan antara pengetahuan dan kebenaran terletak di dalam proses sebagai berikut: pengetahuan dipandang sebagai pasif, karena merupakan pengalaman dan informasi. Sedangkan kebenaran dianggap aktif, karena kebenaran adalah hasil tertentu dari suatu pengetahuan, hasil pemilihan alternafif dalam proses pemecahan masalah. Sebaliknya untuk mendapatkan kebenaran harus dengan pengetahuan.[10]
Dalam hal ini kecerdasan merupakan faktor utama yang mempunyai kedudukan sentral. Kecerdasan adalah faktor yang dapat mempertahankan adanya hubungan antara manusia dengan lingkungan, baik lingkungan fisik, maupun kebudayaan atau manusia.

E.  Aliran Progresivisme dipandang dari Aksiologi
Dalam kajian aksiologi, nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa yang merupakan awal lahirnya pergaulan. Masyarakat menjadi wadah timbulnya nilai-nilai. Bahasa adalah sarana ekspresi yang berasal dari dorongan, kehendak, perasaan, dan kecerdasan dari individu. Nilai benar atau salah, baik atau buruk, dapat dikatakan apabila menunjukkan kecocokan dengan hasil pengujian yang dialami manusia dalam pergaulan.
Pembahasan mengenai nilai adalah sebagai berikut:
1.    Nilai mempunyai kualitas sosial. Kualitas tersebut menjadi jelas hakekatnya bila hihubungkan dengan tinjauan tentang aku. Bahwa orang akan sadar mengenai posisi dirinya di lingkungan masyarakat.
2.    Nilai yang dimiliki seseorang bukan hanya nilai intrinsik tapi juga nilai instrumental. Kedua nilai ini saling bergantung satu sama lain seprti halnya pengetahuan dan kebenaran.
3.    Nilai juga bersifat individual, karena masyarakat dapat ada karena adanya individu sebagai anggota. Nilai megenai baik dan buruk merupakan bagian tradisi yang pendukungnya adalah individu-individu.
Hubungan timbal balik antara nilai intrinsik dan nilai instrumental menyebabkan adanya sifat perkembangan dan perubahan pada nilai. Nilai-nilai yang sudah tersimpan sebagai bagian dari kebudayaan. Nilai untuk diri sendiri dalam arti kebaikan intrinsik dan untuk lingkungan merupakan kebaikan instrumental. Karena itu nilai bersifat relatif, temporal, dan dinamis.[11]

F.   Aliran Progresivisme Dalam Pendidikan
1.    Prinsip-prinsip Pendidikan
Prinsip-prinsip pendidikan menurut pandangan progresivisme menurut Kneller (dalam Uyoh Sadullah, 2010:148) meliputi:
a.    Pendidikan adalah hidup itu sendiri, bukan persiapan untuk hidup.
b.    Pendidikan harus berhubungan secara langsung dengan minat anak, minat individu yang dijadikan sebagai motivasi belajar.
c.     Belajar melalui pemecahan masalah akan menjadi presenden terhadap pemberian subject materi. Jadi, belajar harus dapat memecahkan masalah yang penting dan bermanfaat bagi kehidupan anak
d.    Peranan guru tidak langsung, melainkan memberi petunjuk kepada peserta didik.
e.    Sekolah harus memberi semangat bekerja sama, bukan mengembangkan persaingan.
f.     Kehidupan yang demokratis merupakan kondisi yang diperlukan bagi pertumbuhan.[12]
2.    Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan hendaklah diartikan sebagai rekontruksi pengalaman yang terus-menerus. Pendidikan bukanlah hanya menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik saja, melainkan yang terpenting adalah melatih kemampuan kemampuan berfikir secara ilmiah. Semua itu dilakukan oleh pendidikan agar orang dapat mengalami kemajuan (progress). Dengan demikian, orang akan dapat bertindak dengan intelegensi sesuai dengan tuntutan dari lingkungan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan harusnya merupakan pengembangan sepenuhnya bakat dan minat setiap anak. Agar dapat bekerja peserta didik diharapkan memiliki keterampilan, alat dan pengalaman sosial, dan memiliki pengalaman memecahkan masalah.

3.    Kurikulum Pendidikan
Aliran progesivisme menghendaki sekolah yang memiliki kurikulum yang bersifat fleksibel (tidak kaku, tidak menolak perubahan, tidak terikat oleh doktrin tertentu), luas dan terbuka. Dengan berpijak dari prinsip tersebut, maka kurikulum dapat direvisi dan dievaluasi setiap saat sesuai dengan kebutuhan setempat.
Sifat kurikulum pada aliran progesivisme bersifat eksperimental atau tipe core curiculu, yang didasarkan atas kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan yang kompleks. Untuk itu, ia memerlukan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan demi kelestarian hidupnya. Oleh karena itu, manusia harus belajar dari pengalaman.
W. H. Kilpatrick mengatakan , suatu kurikulum dianggap baik apabila memenuhi tiga prinsip, yaitu:
a.       Meningkatkan kualitas hidup anak didik pada tiap jenjang.
b.      Menjadikan kehidupan aktual anak ke arah perkembangan dalam suatu kehidupan yang bulat dan menyeluruh.
c.       Mengembangkan aspek kreatif kehidupan sebagai suatu uji coba atas keberhasilan sekolah.

4.    Metode dalam Pendidikan
Metode yang digunakan dalam aliran progesivisme, yaitu:
a.       Metode problem solving
Anak dididik untuk dapat memfungsikan akal dan kecerdasannya dengan jalan dihadapkan pada materi-materi pelajaran yang menentang siswa untuk terlibat aktif dalam proses belajar mengajar.
b.      Metode proyek
Pengajaran dengan program unit yang meniadakan batas-batas antara pelajaran yang satu dengan pelajaran yang lain sehingga akan lebih memupuk semangat demokrasi pendidikan.
5.    Pendidik dan Peserta Didik
Konsep pendidik menurut aliran progresivisme, yaitu guru mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang lebih banyak dibandingkan subyek didik, sehingga posisi guru penting sebagai penasehat dalam keadaan perkembangan belajar subyek didik dengan cara memanfaatkan keterkaitan langsung dalam pengalaman belajar.
Peran guru adalah sebagai penasehat, pembimbing, dan pemandu daripada sebagai rujukan otoriter (tak bisa dibantah) dan pengarah ruang kelas.[13]
Konsep peserta didik dalam aliran progresivisme mempunyai pandangan bahwa anak didik mempunyai akal dan kecerdasan sebagai potensi kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lain, sehingga dengan potensi tersebut anak didik mempunyai bekal menghadapi dan memecakan problem-problemnya. Pendidikan sebagai wahana yang paling efektif dalam melaksanakan proses pendidikan berorientasi pada sifat dan hakikat anak didik sebagai manusia berkembang dengan adanya usaha-usaha dalam menciptakan kondisi edukatif memberikan motivasi-motivasi dan stimulasi-stimulasi sehingga akal dan kecerdasan anak didik dapat berfungsi dan berkembang dengan baik.


G.  Kritik Terhadap Aliran Progresivisme
Ada beberapa kritik yang dilontarkan terhadap aliran progresivisme, diantaranya:
1.     Peserta didik tidak mempelajari warisan sosial, mereka tidak mengetahui apa yang seharusnya diketahui oleh orang terdidik.
2.    Mengabaikan kurikulum yang telah ditentukan, yang menjadi tradisi sekolah.
3.    Mengurangi bimbingan dan pengarahan guru karena  peserta didik memiliki aktivitas sendiri.
4.    Peserta didik menjadi orang yang mementingkan diri sendiri, ia menjadi manusia yang tidak memiliki self discipline, dan tidak mau berkorban demi kepentingan umum.[14]





BAB III
KESIMPULAN

Aliran progresivisme adalah salah satu aliran dalam filsafat pendidikan yang memandang bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk menghadapi dan memecahkan masalah. Tokoh-tokoh dari aliran progresivisme ini antara lain : William James, John Dewey, Hans Vaihinger, Ferdinant Schiller, dan George Santayana. Aliran ini muncul dan berkembang pada permulaan abad XX terutama di Amerika Serikat.
Dalam kajian aksiologi, nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa yang merupakan awal lahirnya pergaulan. Masyarakat menjadi wadah timbulnya nilai-nilai. Dalam pandangan ontologis menurut aliran progresivisme kenyataan alam semesta merupakan kenyataan kehidupan manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian manusia terhadap segala sesuatu. Aliran Progesivisme dipandang dari Epistimologi Pengetahuan adalah informasi, fakta, hukum prinsip, proses kebiasaan, yang terakumulasi dalam pribadi sebagai hasil proses interaksi dan pengalaman. Dalam kajian aksiologi, nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa yang merupakan awal lahirnya pergaulan. Masyarakat menjadi wadah timbulnya nilai-nilai.
Aliran Progresivisme Dalam Pendidikan dapat mncakup dalam pendidik dan anak didik serta prinsip tujuan dan kurikulum yang ada didalamnya, kritik terhadap aliran ini terdapat beberapa pendapat yang terkait dengan kependidikan.






DAFTAR PUSTAKA

Khobir, Abdul. M.Ag. 2013. Filsafat Pendidikan Islam. Pekalongan : STAIN PRESS.
Knight, George R. 2007. Issues and Alternatives in Educational Philosophy. Yogyakarta : Gama Media .
Prof. Barnadib, Imam. M.A, Ph.D. 1997.  Filsafat Pendidikan. Yogyakarta : ANDI OFFSET.
Prof. Dr. H. Jalaluddin, Prof. Dr. Idi, Abdullah M.Ed. 2007. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta : AR-RUZZ MEDIA.
Syam, M. Noor. 1988. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila, Surabaya: USANA OFFSET.





[1] Prof. Dr. H. Jalaluddin, Prof. Dr. Abdullah Idi, M.Ed, Filsafat Pendidikan , ( Yogyakarta : AR-RUZZ MEDIA, 2007 ). Hlm. 84-85
[2] M.Noor Syam, Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila, (Surabaya: USANA OFFSET, 1988).hlm. 228-229
[3] Prof. Imam Barnadib, M.A, Ph.D,  Filsafat Pendidikan, ( Yogyakarta : ANDI OFFSET, 1997). Hlm. 28
[4] Abdul Khobir, M.Ag, Filsafat Pendidikan Islam , (Pekalongan : STAIN PERSS, 2013). Hlm. 
[5] Ibid hlm. 46-47
[6] Jalaluddin, hlm. 86
[7] Imam barnadib, hlm.29
[8] Mohammad Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila, (Surabaya: Usana Offset.1998).hlm. 234-235
[9] Jalaluddin, hlm.86-89
[10] M. Noor Syam, hlm. 237
[11] Imam barnadib, hlm.32-33
[12] Abdul Khobir, M.Ag, Filsafat Pendidikan Islam , (Pekalongan : STAIN PERSS, 2013). Hlm. 50-51
[13] George R. Knight, Issues and Alternatives in Educational Philosophy, (Yogyakarta : Gama Media 2007). Hlm. 150-151
[14] Ibid, hlm.53

Tidak ada komentar: