ALIRAN
PROGRESIVISME DALAM FILSAFAT PENDIDIKAN
Disusun
Guna Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah: Filsafat Pendidikan
Dosen
Pengampu : Moch. Iskarim, M.S.I
Disusun
Oleh :
1. Susanti 2021
111 024
2. Ayu Nabila 2021 111 025
3. Bariroh 2021
111 029
4. Fina Ainul Muna 2021
111 055
JURUSAN TARBIYAH PAI
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) PEKALONGAN
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Filsafat pendidikan
merupakan terapan dari filsafat umum sebagai hasil dari pemikiran para filsuf
yang melahirkan berbagai macam pandangan. Filsafat pendidikan ini diaplikasikan
dalam duia pendidikan untuk menjawab masalah-masalah yang berkaitan dengan
pendidikan secara menyeluruh.
Dalam filsafat
pendiikan teerdapat aliran-aliran yang timbul sebagai tanggapan atas perubahan
dan perkembangan masyarakakat yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan industri. Salah satu aliran yang kami bahas adalah
aliran progresivisme yang merupakan aliran modern dalam filsafat pendidikan.
Aliran ini bersifat liberal dan menolak sistem otoriter.
Di sini kami mencoba
untuk menguraikan mengenai filsafat pendidikan progresivisme yang ditinjau dari
kajian ontologi, epistimologi, dan aksiologi.. Dengan adanya pembahasan ini
diharapkan kita dapat mengetahui lebih jauh mengenai filsafat pendidikan
progresivisme dalam pendidikan.
B. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup dari pembahasan aliran progresivisme ini adalah:
1.
Pengertian aliran
progresivisme.
2.
Latar belakang munculnya
aliran progresivisme.
3.
Aliran progresivisme
ditinjau dari ontologi.
4.
Aliran progresivisme
ditinjau dari epistimologi.
5.
Aliran progresivisme
ditinjau dari aksiologi.
6.
Aliran progresivisme dalam
pendidikan.
7.
Kritik terhadap aliran
progresivisme.
C. Maksud dan Tujuan Penulisan
Maksud dari pembahasan ini adalah
untuk mengetahui bagaimana aliran progresivisme dalam filsafat pendidikan yang
ditinjau dari kajian ontologi, epistimologi, dan aksiologi.
Adapun tujuannya adalah:
1.
Mengetahui pengertian
aliran progresivisme.
2.
Mengetahui latar belakang
munculnya aliran progresivisme.
3.
Mengetahui aliran
progresivisme yang ditinjau dari kajian ontologi.
4.
Mengetahui aliran
progresivisme yang ditinjau dari kajian epistimologi.
5.
Mengetahui aliran
progresivisme yang ditinjau dari kajian aksiologi.
6.
Mengetahui aliran
progresivisme dalam dunia pendidikan.
7.
Mengetahui kritik dari
aliran progresivisme.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Aliran Progresivisme
Progresivisme
yang berasal dari kata progress yang berarti kemajuan. Aliran progresivisme
adalah salah satu aliran dalam filsafat pendidikan yang memandang bahwa manusia
mempunyai kemampuan untuk menghadapi dan memecahkan masalah. Aliran
progresivisme mengakui dan berusaha mengembangkan asas progresivisme dalam
semua realita kehidupan, agar manusia bisa survive menghadapi semua
tantangan hidup.
Aliran progresivisme ini memberikan kemerdekaan
dan kebebasan kepada peserta didik. Peserta didik diberikan kebebasan baik
secara fisik maupun intelektual agar dapat mengembangkan bakat dan kemampuan
yang dimilikinya tanpa halangan orang lain. Oleh karena itu, aliran pendidikan
ini tidak menyetujui pendidikan yang otoriter. Sebab akan mematikan daya kreasi
baik secara fisik maupun psikis peserta didik.
Menurut progresivisme, nilai terus
berkembang karena adanya pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan
nilai yang telah disimpan dalam kebudayaan. Dengan pendidikan yang progres ini
diharapkan peserta didik memliki kualitas dan terus maju sebagai generasi yang
mampu menjawab tantangan zaman.
Tokoh-tokoh
dari aliran progresivisme ini antara lain : William James, John Dewey, Hans
Vaihinger, Ferdinant Schiller, dan George Santayana.[1]
Progresivisme disebut dengan nama
yang berbeda-beda seperti:
1.
Pragmatisme, sebab asas
utama dalam kehidupan manusia ialah untuk tetap survive terhadap semua
tantangan-tantangan hidup manusia dan harus praktis melihat segala sesuatu dari
segi kegunaannya.
2.
Instrumentalisme, karena
aliran ini menganggap bahwa potensi intelegensi manusia sebagai kekuatan utama
manusia haruslah dianggap sebagai alat (instrumen) untuk menghadapi semua
tantangan dan problem dalam kehidupannya.
3.
Experimentalisme, berarti
bahwa aliran ini menyadari dan mempraktekkan bahwa asas eksperimen (percobaan
ilmiah) adalah alat utama untuk menguji kebenaran suatu teori.
4.
Enviromentalisme, karena
aliran ini menganggap lingkungan hidup itu mempengaruhi pembinaan kepribadian.[2]
Ciri-ciri dari aliran progresivisme
yaitu mempunyai konsep yang didasari oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa
manusia itu mempunyai kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi serta
mengatasi masalah-masalah yang bersifat menekan, atau mengancam manusia itu
sendiri. Berhubungan dengan itu progresivisme kurang menyetujui adanya
pendidikan yang bercorak otoriter. Menurutnya pendidikan yang bercorak otoriter
mempunyai kesulitan untuk mencapai tujuan, karena kurang menghargai dan memberi
tempat semestinya kepada kemapuan-kemampuan tersebut dalam proses pendidikan.
Padahal semua itu ibarat motor penggerak manusia dalam usahanya untuk mengalami
kemajuan atau progres.[3]
Ciri-ciri utama yang menjadi
identitas progresiv dalam mistion filsafat pendidikan tercermin dalam :
1.
Pendidikan dalam kebudayaan
liberal.
2.
Menjadi pelopor pembaruan
ide-ide lama menuju asas-asas baru untuk menyongsong kebudayaan dan zaman baru.
3.
Peralihan menuju kebudayaan
baru.
4.
Progresif menghendaki
pendidikan yang membina dan berdasarkan minat belajar yang mencakup seluruh
pengalaman sosial anak dan orang dewasa sekaligus menaruh perhatian kepada
minaat anak secara individual.
5.
Aliran ini lebih memusatkan
perhatian pada proses yang continue dari pada interaksi antar pribadi
dengan masyarakat di bandingkan dengan ketentuan-ketentuan normatif yang
sesungguhnya adalah produk interaksi itu sendiri.
Sifat-sifat aliran progresivisme dapat dikelompokan kedalam dua kelompok
:
1.
Sifat negatif : menolak
otoriterisme dan absolutisme dalam segala bentuk.
2.
Sifat positif : menaruh
kepercayaan terhadap kekuatan alamiah manusia, kekuatan yang diwarisi oleh
manusia dari alam sejak lahir “man’s natural powers”.[4]
B. Latar Belakang Munculnya Aliran Progresivisme
Aliran ini muncul dan berkembang
pada permulaan abad XX terutama di Amerika Serikat. Progersivisme lahir sebagai
pembaruan dalam dunia filsafat pendidikan terutama sebagai lawan terhadap
kebijakan-kebijakan konvensional yang diwarisi dari abad XIX. Disamping itu,
ada pula pengaruh kebudayaan yang secara khusus ditulis oleh Brameld sebagai
faktor kebudayaan yang berpengaruh atas perkembangan progresivisme, yaitu
antara lain:
1.
Revolusi industri
2.
Modern Science
3.
Perkembangan demokrasi
Aliran Progresivisme biasanya dihubungkan dengan pandangan hidup yang
mempunyai sifat-sifat fleksibel, curious (ingin mengetahui, ingin menyelidiki),
toleran dan open-minded (mempunyai hati terbuka).
Aliran Progresivisme berdasarkan falsafah naturalisme romantic dari
Rousseau dan filsafat pendidikan pragmatisme dari John Dewey. Filsafat Rousseau
mendasari pendidikan progesif ialah pandangannya mengenai hakikat manusia, sedangkan
dari pragmatisme Dewey ialah ajarannya tentang minat dan kebebasan dalam teori
pengetahuan.[5]
C. Aliran Progresivisme dipandang dari Ontologi
Dalam pandangan ontologis menurut
aliran progresivisme kenyataan alam semesta merupakan kenyataan kehidupan
manusia. Pengalaman adalah kunci pengertian manusia terhadap segala sesuatu.
Pengalaman adalah suatu sumber evolusi, yang berarti perkembangan, maju setapak
demi setapak mulai dari yang mudah-mudah menerobos pada yang sulit-sulit
(proses perkembangan lama). Pengalaman adalah perjuangan, sebab hidup adalah
tindakan dan perubahan-perubahan. Manusia akan tetap hidup berkembang jika ia
mampu mengatasi perjuangan, perubahan, dan berani bertindak.[6]
Ontologi progresivisme mengandung
pengertian dan kualitas evolusionistis yang kuat. Pengalaman diartikan sebagai
ciri dinamika hidup, dan hidup adalah perjuangan tindakan dan perbuatan. Berarti
pengalaman adalah perjuangan.[7]
Sifat-sifat pengalaman adalah
sebagai berikut:
1.
Pengalaman itu dinamis adalah dalam
kehidupan terjadi perubahan yang terjadi terus menerus.
2.
Pengalaman itu temporal adalah
terjadi perubahan dan perbedaan pengalaman dari waktu kewaktu.
3.
Pengalaman itu spatial adalah
terjadi disuatu tempat dalam lingkungan manusia.
4.
Pengalaman itu pluralistis yaitu
pengalaman itu terjadi seluas adanya interaksi sedalam individu terlibat.[8]
D. Aliran Progesivisme dipandang dari Epistimologi
Pengetahuan adalah informasi,
fakta, hukum prinsip, proses kebiasaan, yang terakumulasi dalam pribadi sebagai
hasil proses interaksi dan pengalaman. Pengetahuan manusia tidak hanya
diperoleh secara langsung melalui pengalaman dan kontak dengan realita dalam
lingkungan hidupnya, tapi juga melalui catatan-catatan baik dari buku, maupun
kepustakaan.
Pengetahuan adalah hasil aktivitas
tertentu. Semakin sering kita menghadapi tuntutan lingkungan dan makin banyak
pengalaman kita dalam praktik, maka semakin besar pula persiapan kita dalam
menghadapi tuntutan masa depan. Pengetahuan harus disesuaikan dan dimodifikasi
dengan realita baru di dalam lingkungan.[9]
Kebenaran ialah kemampuan suatu ide
memecahkan suatu problem. Kebenaran ialah konsekuensi dari ide, relita
pengetahuan, dan daya guna dalam hidup.
Hubungan antara pengetahuan dan
kebenaran terletak di dalam proses sebagai berikut: pengetahuan dipandang
sebagai pasif, karena merupakan pengalaman dan informasi. Sedangkan kebenaran
dianggap aktif, karena kebenaran adalah hasil tertentu dari suatu pengetahuan,
hasil pemilihan alternafif dalam proses pemecahan masalah. Sebaliknya untuk
mendapatkan kebenaran harus dengan pengetahuan.[10]
Dalam hal ini kecerdasan merupakan
faktor utama yang mempunyai kedudukan sentral. Kecerdasan adalah faktor yang
dapat mempertahankan adanya hubungan antara manusia dengan lingkungan, baik
lingkungan fisik, maupun kebudayaan atau manusia.
E. Aliran Progresivisme dipandang dari Aksiologi
Dalam kajian aksiologi, nilai
timbul karena manusia mempunyai bahasa yang merupakan awal lahirnya pergaulan.
Masyarakat menjadi wadah timbulnya nilai-nilai. Bahasa adalah sarana ekspresi
yang berasal dari dorongan, kehendak, perasaan, dan kecerdasan dari individu.
Nilai benar atau salah, baik atau buruk, dapat dikatakan apabila menunjukkan
kecocokan dengan hasil pengujian yang dialami manusia dalam pergaulan.
Pembahasan mengenai nilai adalah
sebagai berikut:
1.
Nilai mempunyai kualitas
sosial. Kualitas tersebut menjadi jelas hakekatnya bila hihubungkan dengan
tinjauan tentang aku. Bahwa orang akan sadar mengenai posisi dirinya di
lingkungan masyarakat.
2.
Nilai yang dimiliki
seseorang bukan hanya nilai intrinsik tapi juga nilai instrumental. Kedua nilai
ini saling bergantung satu sama lain seprti halnya pengetahuan dan kebenaran.
3.
Nilai juga bersifat
individual, karena masyarakat dapat ada karena adanya individu sebagai anggota.
Nilai megenai baik dan buruk merupakan bagian tradisi yang pendukungnya adalah
individu-individu.
Hubungan timbal balik antara nilai
intrinsik dan nilai instrumental menyebabkan adanya sifat perkembangan dan
perubahan pada nilai. Nilai-nilai yang sudah tersimpan sebagai bagian dari
kebudayaan. Nilai untuk diri sendiri dalam arti kebaikan intrinsik dan untuk
lingkungan merupakan kebaikan instrumental. Karena itu nilai bersifat relatif,
temporal, dan dinamis.[11]
F.
Aliran Progresivisme
Dalam Pendidikan
1.
Prinsip-prinsip Pendidikan
Prinsip-prinsip pendidikan menurut
pandangan progresivisme menurut Kneller (dalam Uyoh Sadullah, 2010:148)
meliputi:
a. Pendidikan adalah hidup itu sendiri, bukan persiapan untuk
hidup.
b. Pendidikan harus berhubungan secara langsung dengan minat
anak, minat individu yang dijadikan sebagai motivasi belajar.
c. Belajar melalui pemecahan masalah akan menjadi presenden
terhadap pemberian subject materi. Jadi, belajar harus dapat memecahkan masalah
yang penting dan bermanfaat bagi kehidupan anak
d. Peranan guru tidak langsung, melainkan memberi petunjuk
kepada peserta didik.
e. Sekolah harus memberi semangat bekerja sama, bukan
mengembangkan persaingan.
f. Kehidupan yang demokratis merupakan kondisi yang diperlukan
bagi pertumbuhan.[12]
2.
Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan hendaklah
diartikan sebagai rekontruksi pengalaman yang terus-menerus. Pendidikan
bukanlah hanya menyampaikan pengetahuan kepada peserta didik saja, melainkan
yang terpenting adalah melatih kemampuan kemampuan berfikir secara ilmiah.
Semua itu dilakukan oleh pendidikan agar orang dapat mengalami kemajuan (progress).
Dengan demikian, orang akan dapat bertindak dengan intelegensi sesuai dengan
tuntutan dari lingkungan.
Untuk mencapai tujuan
tersebut, pendidikan harusnya merupakan pengembangan sepenuhnya bakat dan minat
setiap anak. Agar dapat bekerja peserta didik diharapkan memiliki keterampilan,
alat dan pengalaman sosial, dan memiliki pengalaman memecahkan masalah.
3.
Kurikulum Pendidikan
Aliran progesivisme menghendaki
sekolah yang memiliki kurikulum yang bersifat fleksibel (tidak kaku, tidak
menolak perubahan, tidak terikat oleh doktrin tertentu), luas dan terbuka.
Dengan berpijak dari prinsip tersebut, maka kurikulum dapat direvisi dan
dievaluasi setiap saat sesuai dengan kebutuhan setempat.
Sifat kurikulum pada aliran progesivisme
bersifat eksperimental atau tipe core curiculu, yang didasarkan atas
kehidupan manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan yang kompleks. Untuk
itu, ia memerlukan kemampuan untuk beradaptasi dengan lingkungan demi
kelestarian hidupnya. Oleh karena itu, manusia harus belajar dari pengalaman.
W. H. Kilpatrick mengatakan , suatu
kurikulum dianggap baik apabila memenuhi tiga prinsip, yaitu:
a.
Meningkatkan kualitas hidup
anak didik pada tiap jenjang.
b.
Menjadikan kehidupan aktual
anak ke arah perkembangan dalam suatu kehidupan yang bulat dan menyeluruh.
c.
Mengembangkan aspek kreatif
kehidupan sebagai suatu uji coba atas keberhasilan sekolah.
4.
Metode dalam Pendidikan
Metode yang digunakan dalam aliran
progesivisme, yaitu:
a.
Metode problem solving
Anak dididik untuk dapat
memfungsikan akal dan kecerdasannya dengan jalan dihadapkan pada materi-materi
pelajaran yang menentang siswa untuk terlibat aktif dalam proses belajar
mengajar.
b.
Metode proyek
Pengajaran dengan program unit
yang meniadakan batas-batas antara pelajaran yang satu dengan pelajaran yang
lain sehingga akan lebih memupuk semangat demokrasi pendidikan.
5.
Pendidik dan Peserta Didik
Konsep pendidik menurut aliran progresivisme,
yaitu guru mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang lebih banyak dibandingkan subyek
didik, sehingga posisi guru penting sebagai penasehat dalam keadaan
perkembangan belajar subyek didik dengan cara memanfaatkan keterkaitan langsung
dalam pengalaman belajar.
Peran guru adalah sebagai
penasehat, pembimbing, dan pemandu daripada sebagai rujukan otoriter (tak bisa
dibantah) dan pengarah ruang kelas.[13]
Konsep peserta didik dalam aliran
progresivisme mempunyai pandangan bahwa anak didik mempunyai akal dan
kecerdasan sebagai potensi kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lain,
sehingga dengan potensi tersebut anak didik mempunyai bekal menghadapi dan
memecakan problem-problemnya. Pendidikan sebagai wahana yang paling efektif
dalam melaksanakan proses pendidikan berorientasi pada sifat dan hakikat anak
didik sebagai manusia berkembang dengan adanya usaha-usaha dalam menciptakan
kondisi edukatif memberikan motivasi-motivasi dan stimulasi-stimulasi sehingga
akal dan kecerdasan anak didik dapat berfungsi dan berkembang dengan baik.
G. Kritik Terhadap Aliran Progresivisme
Ada beberapa kritik yang dilontarkan
terhadap aliran progresivisme, diantaranya:
1.
Peserta didik tidak mempelajari warisan sosial,
mereka tidak mengetahui apa yang seharusnya diketahui oleh orang terdidik.
2.
Mengabaikan kurikulum yang telah ditentukan,
yang menjadi tradisi sekolah.
3.
Mengurangi bimbingan dan pengarahan guru
karena peserta didik memiliki aktivitas
sendiri.
4. Peserta didik
menjadi orang yang mementingkan diri sendiri, ia menjadi manusia yang tidak
memiliki self discipline, dan tidak mau berkorban demi kepentingan umum.[14]
BAB III
KESIMPULAN
Aliran
progresivisme adalah salah satu aliran dalam filsafat pendidikan yang memandang
bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk menghadapi dan memecahkan masalah.
Tokoh-tokoh dari aliran progresivisme ini antara lain : William James, John
Dewey, Hans Vaihinger, Ferdinant Schiller, dan George Santayana. Aliran ini
muncul dan berkembang pada permulaan abad XX terutama di Amerika Serikat.
Dalam
kajian aksiologi, nilai timbul karena manusia mempunyai bahasa yang merupakan
awal lahirnya pergaulan. Masyarakat menjadi wadah timbulnya nilai-nilai. Dalam pandangan ontologis menurut aliran
progresivisme kenyataan alam semesta merupakan kenyataan kehidupan manusia.
Pengalaman adalah kunci pengertian manusia terhadap segala sesuatu. Aliran
Progesivisme dipandang dari Epistimologi Pengetahuan adalah informasi, fakta,
hukum prinsip, proses kebiasaan, yang terakumulasi dalam pribadi sebagai hasil
proses interaksi dan pengalaman. Dalam kajian aksiologi, nilai timbul karena manusia
mempunyai bahasa yang merupakan awal lahirnya pergaulan. Masyarakat menjadi
wadah timbulnya nilai-nilai.
Aliran
Progresivisme Dalam Pendidikan dapat mncakup dalam pendidik dan anak didik
serta prinsip tujuan dan kurikulum yang ada didalamnya, kritik terhadap aliran
ini terdapat beberapa pendapat yang terkait dengan kependidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Khobir, Abdul. M.Ag. 2013. Filsafat Pendidikan Islam. Pekalongan
: STAIN PRESS.
Knight, George R. 2007. Issues and Alternatives in
Educational Philosophy. Yogyakarta : Gama Media .
Prof. Barnadib, Imam. M.A, Ph.D. 1997. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta : ANDI
OFFSET.
Prof. Dr. H. Jalaluddin, Prof. Dr. Idi, Abdullah M.Ed. 2007. Filsafat
Pendidikan. Yogyakarta : AR-RUZZ MEDIA.
Syam, M. Noor. 1988. Filsafat Kependidikan dan Dasar
Filsafat Kependidikan Pancasila, Surabaya: USANA OFFSET.
[1] Prof.
Dr. H. Jalaluddin, Prof. Dr. Abdullah Idi, M.Ed, Filsafat Pendidikan , (
Yogyakarta : AR-RUZZ MEDIA, 2007 ). Hlm. 84-85
[2] M.Noor
Syam, Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila,
(Surabaya: USANA OFFSET, 1988).hlm. 228-229
[3]
Prof. Imam Barnadib, M.A, Ph.D, Filsafat Pendidikan, ( Yogyakarta : ANDI
OFFSET, 1997). Hlm. 28
[6]
Jalaluddin, hlm. 86
[7]
Imam barnadib, hlm.29
[8] Mohammad
Noor Syam, Filsafat Pendidikan dan Dasar Filsafat Kependidikan Pancasila,
(Surabaya: Usana Offset.1998).hlm. 234-235
[9]
Jalaluddin, hlm.86-89
[10]
M. Noor Syam, hlm. 237
[11]
Imam barnadib, hlm.32-33
[13] George
R. Knight, Issues and Alternatives in Educational Philosophy, (Yogyakarta
: Gama Media 2007). Hlm. 150-151
Tidak ada komentar:
Posting Komentar